Di
dalam panci kamu lihat tangis
Sebongkah batu besar ia masak karena peduli kian renta
Sepasang mata yang berkaca tanpa henti merindu bahagia, kini lelah menunggu didih
Tak ada satupun amarah dalam tangisnya
Meski dirundung duka, ia ingin tetap bahagia dipenghujung bulan
Lebaran, begitu orang banyak menyebutnya
Ia sambut dengan senyum
Ia tak memiliki apapun kecuali senyum
Senyum yang tulus untuk anak-anaknya memang lebih berharga ketimbang hidup berlinang berlian yang beringsut dalam kemunafikan
Tapi ia sadar, senyum tak membuat anak-anaknya kenyang
Lapar tetap terjaga, hingga biru sekujur tubuh mendera
Sebongkah batu besar ia masak karena peduli kian renta
Sepasang mata yang berkaca tanpa henti merindu bahagia, kini lelah menunggu didih
Tak ada satupun amarah dalam tangisnya
Meski dirundung duka, ia ingin tetap bahagia dipenghujung bulan
Lebaran, begitu orang banyak menyebutnya
Ia sambut dengan senyum
Ia tak memiliki apapun kecuali senyum
Senyum yang tulus untuk anak-anaknya memang lebih berharga ketimbang hidup berlinang berlian yang beringsut dalam kemunafikan
Tapi ia sadar, senyum tak membuat anak-anaknya kenyang
Lapar tetap terjaga, hingga biru sekujur tubuh mendera
2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar